#ContactForm1 { display: none ! important; }

Thursday 26 June 2014

[THOUGHTS] Kamisan #6 Martabak Telur - Hutang

Kriing!!!

Bunyi telepon rumah lagi, dengan gemetar aku mengangkatnya, "Halo..."
"Masih ingat dengan yang saya sampaikan tadi, kan?!"
"Iya, saya ingat..." jawabku lemah.

"Saya sudah ada di perjalanan menuju rumah kalian." Dan telepon diputus begitu saja olehnya. 

Aku semakin gemetar. 

Di mana, kamu? Kenapa dari tadi HP kamu tidak dapat dihubungi? SMS juga tidak juga terkirim sampai sekarang. 

***

Aku berlari mengejar bis patas terakhir malam ini. Fiuh, berhasil. Hampir saja aku harus tertinggal. Aku mencari bangku kosong dan menemukannya di koridor bagian tengah, ada tepat di samping seorang laki-laki yang memakai topi bertuliskan "New York" dan sepertinya baru selesai menelepon menggunakan HP. Tanpa berpikir panjang, aku langsung memilih duduk di sana.

Entah kenapa, aku merasa penasaran dengan laki-laki di sebelahku ini. Aku berusaha melirik ke arahnya, dengan harapan bisa berhasil melihat wajahnya. Gagal. Dia mungkin curiga dengan tindakanku barusan dan langsung menunduk setelah membenahi topinya, sehingga aku semakin sulit untuk melihat wajahnya dengan lebih jelas.

Ah, sudahlah. Pikiranku kembali aku pusatkan pada rumah. Mama. Aku tidak boleh terlambat, kasihan Mama jika harus menungguku pulang terlambat lagi. Beliau pasti akan menjadi semakin khawatir dan, kemungkinan terburuk - kembali jatuh sakit karena selalu cemas memikirkan aku. Memikirkan ini saja, membuatku kepalaku pusing. Aku tidak mau lagi membuat Mama terlalu sering cemas.

Tidak lama, aku melihat seorang wanita -- mungkin seumuranku -- baru naik ke dalam bis yang membawa kantung kresek hitam. Samar-samar aku mencium wangi yang sangat aku kenal; wangi martabak telur. Harum sekali, membuatku menahan diri untuk tidak mengeluarkan air liur. Aku jadi terpikirkan untuk membeli satu porsi martabak telur, mampir sebentar di lapak dekat gang rumah. Mama pasti senang. Ini adalah makanan kesukaan kami berdua.

***

Oh!

Laki-laki bertopi tadi ternyata turun juga. Aku memperhatikan dirinya yang baru saja berjalan melewatiku/ Apa dia memang tinggal di sekitar rumahku, ya? Tapi, rasanya aku tidak pernah melihat sosoknya beredar di lingkungan kami.

Ah, sudahlah. Itu bukan urusanku. Aku kembali fokus untuk memesan martabak telur. Lapak penjual martabak telur ini selalu ramai. Sekarang pun, lihatlah, antriannya sangat panjang.

"Satu... dua... tiga..." diam-diam aku menghitung panjang antrian. Astaga. Masih 20 orang pemesan sebelum giliranku. Aku nyaris saja menyerah untuk memesan, kalau saja aku tidak terbayang betapa senangnya Mama jika aku membawa martabak telur ini ke rumah. Coba, aku hubungi Mama dulu, supaya beliau tidak terlalu khawatir.

Aku segera mengambil HP dan memencet speed dial nomor 1, khusus untuk nomor HP Mama, "Halo, Ma, sabar ya... Aku agak telat... Sebenarnya sih, Aku sudah di depan gang. Tapi, lagi pesan martabak telur dulu untuk camilan kita malam ini..."

"Kamu dari mana saja? Dari tadi Mama hubungi kenapa tidak bisa?" Mama terdengar panik di seberang sana.

"Maaf, Ma, maaf. Tadi sinyalnya jelek banget... Tunggu, ya, Ma." jawabku.

Aku mendengar Mama menghela napas, "Ya sudah. Yang penting kamu enggak kenapa-kenapa..."

Aku sempat merasa bimbang; melanjutkan antrian memesan martabak telur, atau segera pulang saja?. Apa Mama kenapa-kenapa ya? 

Segera aku hiraukan pikiran-pikiran buruk yang menghantuiku tiba-tiba. Barusan Mama memang terdengar panik, suaranya terdengar sedikir bergetar. Tetapi rasanya tidak ada tanda-tanda Mama ketakutan atau apa.

Tik tok tik tok.

Rasanya aku ingin menyerobot antrian ini.

***

"Anda ini siapa?" tanyaku gusar. Laki-laki bertopi ini memaksa masuk ke dalam rumah. Tenaganya kuat sekali, aku tidak sanggup lagi menahan pintu. Dia berhasil masuk dan langsung saja memakai sarung tangan. Firasatku sangat buruk mengenai ini. 

Dia segera mengunci pintu, sementara kuncinya dia masukkan ke saku celana jeans biru belel yang sedang dia pakai.

"Bukannya tadi sudah saya bilang. Mana dia? Kenapa belum ada di rumah, hah?!" teriaknya.

"Dia enggak bisa dihubungi dari tadi, lihat saja ini buktinya!" Aku menyodorkan HP dan memperlihatkan panggilan-panggilan yang berusaha aku lakukan ketika mencoba menghubungi orang yang dimaksud oleh laki-laki ini.

"Halah!" dia langsung membanting HP milikku.

Firasatku semakin buruk. Aku berusaha meminta bantuan, "To... Tolo...."

Belum juga aku berhasil berteriak meminta tolong, mulutku sudah disumpal oleh saputangan. Kemudian, aku tidak ingat apa-apa lagi.

***

"Perempuan begok..." Aku meludahi wajahnya. 

Jijik sekali membayangkan perempuan di depanku  ini adalah Ibuku sendiri. Dia membuangku setelah aku dilahirkan. Aku baru mengetahui bahwa dia adalah Ibu yang aku cari selama ini beberapa minggu yang lalu, setelah bertahun-tahun aku berusaha. Tetapi usahaku berakhir sia-sia, sepertinya, karena dia sama sekali tidak mengenaliku. Bahkan sempat memakiku ketika kami tidak sengaja bertabrakan di pelataran parkir sebuah Mall minggu lalu. Umpatan yang keluar dari mulutnya sungguh membuatku meradang; membuatku merasa marah dan terhina. Apalagi, kata-kata yang disampaikan anak perempuan kebanggaannya itu; perempuan muda yang ternyata adikku sendiri.

"Elo berdua bilang apa waktu itu? Gue sampah, hah?! Elo berdua yang sampah!!!" umpatku.

Aku masih merasakan panasnya hinaan yang mereka lontarkan ketika mengatai diriku sebagai sampah masyarakat, hanya karena aku tidak sengaja bertabrakan dengan mereka berdua! Saat itu aku merasa malu pada diriku sendiri karena sudah bersusah payah berusaha mencari mereka bertahun-tahun, bahkan sampai membuang orangtua angkatku. Pencarian yang tidak sepadan. Sikap mereka sangat buruk, tidak sepadan jika dibandingkan orangtua angkatku.

"Elo, mati sekarang juga! Anak elo akan dapat gilirannya sebentar lagi!"

Sumber: Xelar-Art


***

Sebentar lagi... Sebentar lagi... Aku menghitung antrian di depanku, masih ada tujuh orang lagi. Aku melihat Mbak Yosa, yang baru saja melewati lapak martabak telur, berjalan dengan tergesa-gesa. Dia tetangga di seberang rumahku. Dia hanya tinggal bersama Tante Yeni, Mamanya. Mereka berdua sangat tertutup, sulit sekali untuk sekadar menyapa dan berbasa-basi. Tidak heran jika mereka berdua sering kali menjadi bahan cibiran dan gosip tetangga di sekitar rumah. 

"Biarkan saja... Kita jangan mengusik kehidupan pribadi tetangga..." petuah Mama yang selalu aku ingat.

Ah, jadi ingin segera bertemu dengan Mama. Tunggu sebentar lagi, ya. Martabak telur kita segera aku bawa pulang. Aku kembali berusaha menghubungi Mama. Lho, kenapa nomornya jadi tidak aktif?


***

"Krek!"

Suara pagar terbuka. Aku segera membuka pintu rumah dan bersembunyi di balik pintu. Ini dia yang aku tunggu-tunggu kedatangannya.

Tunggu giliranmu, adikku sayang. Waktumu telah tiba. Selamat menyusul Ibundamu tersayang.

Aku tersenyum, mencibir, melihatnya semakin mendekat ke arahku, "Bagus... Ayo mendekat, semakin mendekat, adik sayang..."

***

Mama pasti khawatir dan lagi siap-siap mengomel, pikirku ketika membuka pagar tadi. Aku sudah pasrah saja jika Mama mengomeliku semalaman, ini memang salahku...

Aku membuka pintu. Tumben sekali pintu tidak terkunci...

"Mama..."

Aku memanggil Mama, tetapi tidak ada sahutan. Angin dingin tiba-tiba terasa di sekelilingku, bulu kuduk sampai berdiri. Aku merasa tidak nyaman.

"Mama..."

Aku melangkahkan kaki ke arah sofa. Ada cairan merah di lantai dekat sofa.

"Mama!" Aku segera menghambur ke tubuh Mama yang sudah bersimbah darah. Aku mengguncangkan tubuh Mama, berharap dia memberikan respon kepadaku, "Mama, bangun! Ayo, Ma, bangun!" 

"Ckckck... Percuma aja elo bangunin, dia enggak akan hidup lagi!"

Aku melihat tubuhnya penuh cipratan darah. Belum sempat aku berteriak, laki-laki tadi sudah menusukkan pisau ke dadaku.

"Siapa Anda?" tanyaku lemah, sebelum terjatuh ke lantai, ke atas tubuh Mama.

"Elo sama nyokap lo basi banget, ya. Pertanyaannya sama; Siapa Anda? Siapa Anda? Hahaha..."

Aku melihatnya tertawa, mengerikan. Aku hanya sanggup menangis dan memegang tangan Mama.

"Gue kakak elo. Sayangnya kita enggak sempat kenalan ya, hahaha. Salahin aja nyokap kesayangan elo itu!" Dia bergerak ke arah kamar mandi, entah apa yang akan dia lakukan di sana. 

Mataku semakin terasa berat. Kakak? Aku punya kakak?

Aku semakin menggenggam tangan Mama. Itu saja yang aku bisa lakukan sekarang, sebelum semuanya menjadi gelap, "Ma..."

***

"Enggak heran sih, ya, kalau ada yang dendam dengan mereka berdua..."
"Iya, enggak heran kalau berakhirnya seperti sekarang..."

Mampus. Aku mendengar bisik-bisik omongan tentang dua perempuan begok di pemakaman mereka sendiri. Kalian berdua, semoga tenang di dalam kubur. Paling tidak, dendamku sudah terbayar. Anggap saja itu pembayaran hutang kalian, terutama nyokap sialan, terhadap kehidupanku selama ini.

Aku melihat sekeliling pemakaman. Sepi juga. Tidak banyak yang melayat mereka yang sekarang sudah terbujur kaku di dalam tanah. Aku tidak merasa heran. Kalau mengingat bagaimana sikap kalian terhadapku waktu itu, tidak aneh jika tetangga sekitar kalian tidak ada yang mau susah-payah melayat kalian. Aku sudah merasa puas. Aku sudah membuang kalian. Sekarang, saatnya aku kembali ke kehidupan lamaku, sebelum aku menemukan kalian.

Aku membalikkan badanku dan mataku tiba-tiba saja bertabrakan dengan dia, lagi. Gawat. Aku mempercepat langkahku, sebelum dia curiga dan keberadaanku tidak aman di sini.


***

Eh, laki-laki itu lagi... Perasaan, aku selalu saja bertemu dengannya sejak semalam.

Aku teringat ketika berpapasan dengannya setelah selesai memesan martabak telur. Dia jalan tergesa-gesa sekali. Siapa dia? 

"Nak, ayo kita pulang..." ajakan Mama membuyarkan khayalanku. 

Biarlah, siapa laki-laki itu nampaknya tidak penting. Mungkin dia kerabat Mbak Yosa dan Tante Yeni. Makanya, dia sekarang juga ada di pemakaman ini.

Tunggu dulu...

Aku jadi terpikir sesuatu. Jangan-jangan....



Have a blessed day!




Howreee!!!

#Kamisan dimulai lagi!!!

Ada sedikit perbedaan formasi di #Kamisan Season 2 ini. Di awal kami ber-12, sejak #Kamisan tema ini kami ber-16, yaitu:
  1. Olih
  2. Devi
  3. Aria
  4. Cikie
  5. Nia
  6. David
  7. Ria
  8. Koto
  9. Adji
  10. Renee
  11. Febi
  12. Adham 
  13. Feti
  14. Kirana
  15. Diah
  16. Keke


Ketentuan dasar mengenai penulisan di #Kamisan Season 2 masih sama dengan sebelumnya. Tema keenam ini adalah "MARTABAK TELUR".

Sekarang, kami juga memiliki akun twitter, silakan follow @nuliskamisan. Kami juga memiliki blog khusus, silakan klik link ini.