#ContactForm1 { display: none ! important; }

Wednesday 17 September 2014

[FACTS] 20 Facts About Me Challenge!



Tarraaaa!!!

Apa lah fakta yang mau saya sebar-sebar di sini yaa. Hmm... 

Nampaknya segala aib fakta tentang saya yang paling hits dan paling spektakuler sudah diketahui oleh khalayak ramai, hahaha. Demi memenuhi rasa haus, dahaga, dan lapar yang melanda para fans saya, maka saya akan menuliskan #20FactsAboutMe di sini supaya para fans saya tersebut bisa semakin bahagia dan hidupnya menjadi penuh barokah karena sudah berjalan bersama saya di jalan kebenaran. Merdekah!!!


***


Fact #1: Perkara Eek

Duh ya, apa sih yang tidak diketahui oleh orang-orang yang mengenal saya tentang perkara eek ini? Hahaha.  

Semua juga tahu bahwa saya adalah penganut sekte #JamaahEekhiyah dan menduduki jabatan tertinggi di sekte tersebut. Jabatan sebagai Miss Puppy masih kalah bergengsi dibandingkan jabatan sebagai Ambassador of #JamaahEekhiyah. Luar biasa, subhanalloh, allohuakbar!!! Sungguh merupakan sebuah kebanggaan karena bisa mewakili #JamaahEekhiyah untuk memberikan edukasi mengenai pentingnya eek di dalam kehidupan sehari-hari. 

Semua juga tahu bahwa saya WAJIB eek sebanyak 2x sehari, di pagi dan malam hari, kalau tidak hari-hari saya akan dilalui dengan penuh kegalauan dan tidak ada kenikmatan hidup. Dengan demikian... Percayalah, rutin eek adalah kunci mencapai barokah hidup di dunia. 

Bayangkan, apa jadinya hidupmu tanpa eek? Bagaimana mungkin perutmu sanggup menahan siksaan duniawi tanpa eek? Saya yakin sekali, tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang sanggup hidup tanpa eek. Tidak akan mungkin ada yang sanggup, pasti! 

Eek juga mengajarkan tentang keikhlasan. Sadarkah bahwa eek merupakan sebuah proses ikhlas untuk "membuang" atau "melepas". Sama halnya dengan ketika kamu melepas kenangan ingatan menyedihkan. Jika kamu ikhlas, maka hidup akan damai dan tenteram. Jika kamu ikhlas membuang segala "kotoran", maka niscaya hidupmu akan putih suci berseri sepanjang hari. Begitulah analogi eek dengan perkara kenangan, yang pada akhirnya semakin membuktikan betapa penting peran eek dalam mencegah kegalauan massal di dunia ini.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Dengan begitu, posisi rutinitas eek menempati posisi tertinggi dari keseharian saya. 

Saya sanggup eek selama berjam-jam hingga bujur panas dan kaki kesemutan. Semua ikhlas saya lakukan demi bercumbu mesra dengan segala jenis WC yang menjadi teman karib eek. Saya diomeli karena lama di kamar mandi, tak apa, saya pun ikhlas. 

Eek satu jam jauh lebih nikmat untuk saya lakukan daripada aktivitas di kamar mandi lainnya. Saya memangkas waktu mandi, bahkan sampai rela tidak mandi misalnya karena terlanjur diomeli sejagat-raya karena terlalu lama di kamar mandi, ini pun saya jalani dengan ikhlas asalkan sebelumnya saya sudah eek dengan nikmat.

Tidak mandi, tak mengapa, asalkan saya tetap eek.  

Slogan #SaveWaterForTheBetterFuture hanya berlaku bagi aktivitas mandi, tetapi tidak bagi aktivitas eek. Saya masih sanggup menahan diri untuk tidak membuang-buang air dengan cara malas mandi, tetapi tidak akan pernah sanggup untuk tidak membuang air demi bisa cebok ketika eek sepuasnya. Apalah arti cebok tanpa air, bukan begitu? Bukan? Cerdas sekali... ^^

Yang jelas, saya galau kalau kebelet eek di tempat yang tidak menyediakan sabun. Saya harus memastikan lubang
bujur bersih dari segala kopet dan bekas eek lainnya, caranya ya dengan menyabuni bekas tempat buang eek di sekitar bujur lah.

Jadi, apa inti dari pengumbaran fakta mengenai perkara eek? Entahlah, saya pun bingung. Yang jelas, melihat betapa semangatnya saya dalam menjelaskan fakta ini, semakin layak-lah perkara eek menjadi fakta terbesar mengenai saya. Antara saya dan eek jelas memiliki hubungan intim yang sedemikian mendalam. Jangan tanya apa saja, banyak kisahnya. Perkara eek gali lubang atau nongkrong di kali/sungai, ini mah biasa. Sudah beberapa kali saya lakukan itu semua. Menahan diri sampai menangis berjam-jam karena saya sedang ada di perjalanan di tengah hutan belantara di saat "jam eek", ini juga pernah. Menjadi saksi mata dari kasus "banjir eek" ketika teman saya diare parah, juga pernah. Bahkan, menjadi saksi mata dari kasus orang kecemplung di kali dan kemudian dia berlumuran eek di sekujur tubuh, juga sudah.

Demikian. 


Fact #2: Perkara Mandi

Seperti yang sudah saya singgung di atas, selain sebagai penganut sekte #JamaahEekhiyah, saya juga merupakan jamaah #SaveWaterForTheBetterFuture. Saya menjadi perwakilan resmi dari segerombolan orang-orang yang mendedikasikan dirinya demi penghematan air di muka bumi supaya masa depan anak-cucu dapat selamat sehat sentosa sejahtera selamanya.

Jadi, apa kontribusi utama saya ketika mengemban tugas sebagai perwakilan resmi jamaah #SaveWaterForTheBetterFuture? Ya, tentu saja jelas sekali; berhematlah air dengan tidak sering-sering mandi. 

Syukurlah, cuaca di Bandung mendukung saya untuk dapat menjalankan peran dengan khusyuk... ^^

Kalau saya di Depok-Jakarta-Bandar Lampung, apalagi di Bandar Lampung, saya tidak dapat menjalankan tugas malas mandi dengan sebaik-baiknya karena... well... sebagai anak, saya harus berbakti kepada orang tua.

"Wo Nia udah mandi, belum?" Ini adalah pertanyaan rutin yang diajukan oleh Papih saya tercinta kepada satu-satunya anak gadis yang beliau miliki. Pertanyaan rutin yang rajin diberikan kepada saya di pagi dan sore hari.

Kalau saya menjawab, "Ayah, alkisah, konon adanya... Mandi hanya diperuntukkan bagi mereka yang bau. Berhubung Wo Nia tidak bau, jadi sah saja jika tidak mandi..."

Maka Papih tercinta akan bersabda, "Nak, mandi itu demi kesehatan..."

Sebagai anak yang baik, tentu saja saya harus membahagiakan orang tua. Jadilah, di rumah, saya bisa rajin mandi. 

Maafkan saya...
Saya tidak memiliki pilihan lainnya...


Fact #3: Perkara Ingus

Seharusnya, perkara ingus ini menduduki posisi puncak. Mengingat orang-orang lebih familiar dengan "Nia yang selalu ingusan" dibandingkan "Nia yang rajin eek" atau "Nia yang malas mandi". Tapi, sudahlah... Sepertinya ingus pun ikhlas jika dia turun ke posisi 3 kali ini karena orang-orang mulai lelah dengan fakta bahwa seorang Nia tak pernah lepas dari ingus.

Sejak masih muda belia dan belum berlumur dosa, saya sudah didiagnosa mengalami alergi. Entah sudah berapa dokter THT yang didatangi, semuanya kompak menyatakan bahwa saya alergi. Dihilangkan, mungkin tidak bisa. Satu-satunya solusi, kata mereka itu, ya hanya meminimalisir potensi ingus saya luber. 

Sejak masih TK, saya terbiasa membawa sapu tangan dan minyak kayu putih setiap ke luar rumah. Begitu tissue merek Paseo booming, saya ganti sapu tangan dengan tissue tersebut karena sapu tangan sudah so last decade you know. Tetapi, karena saya tidak bisa menggunakan sembarang tissue, apalagi tissue yang tipis dan wangi, maka Paseo adalah solusi kemaslahatan hidung. Obat-obatan yang selalu tersedia, ya obat pilek-flu, hahaha. 

Selain itu, berhubung Papih juga bermasalah di area yang sama (yeay! like father like daughter hahahaha), Papih juga sering memberi saya segala ramuan penawar rindu ingus; mulai dari cairan antah barantah yang subhanalloh enaknya, sampai yang amit-amit pahitnya melebihi rasa pahit ditinggal kawin. Percayalah, jamu pahitan tiada seingus rasa pahit ramuan itu. Dan percayalah, apabila kamu sudah pernah merasakan derita akibat pahitnya ramuan obat penangkal ingus, maka kamu akan strooong enough untuk bisa mengatasi pahitnya derita percintaan, hahahaha.

Saya sih tidak pernah alergi terhadap duit banyak dan laki-laki tampan rupawan berotak tokcer, tidak juga pernah alergi dengan buku-buku kece penawan hati. Tetapi, entahlah mengapa hidung saya sering menolak terlalu ikrib dengan debu dan segala polusi dan segala asap, terutama asap rokok. Terkadang, hidung dan tubuh saya juga berontak terhadap cuaca yang terlalu panas atau terlalu dingin. Sampai-sampai muncul lelucon kurang ajar lucu yang menyatakan bahwa hidung saya bisa menjadi "lentik" dan cukup mancung karena saya rajin membuang atau mengelap ingus setiap hari.

Hah...  

Sudah takdir bahwa saya hidup di negara dua musim, apa jadinya jika saya hidup di negara empat musim? Allohuakbar, Alloh memang sayang saya. Kalau misalnya saya tinggal di Eropa, agak nganu juga membayangkan ingus saya encer di musim panas dan beku di musim dingin.

"Eh, tapi kan... Elo katanya masih mupeng untuk tinggal dan sekolah di Belanda, Ni?!"

Duh, iya ya... Ah, ya semoga kalau saat itu tiba, ingus saya dan saya sudah lebih ikrib dan tidak saling mengganggu. 

Saya benci kalau ingusan sampai hidung sakit tak karuan, hahaha. Sampai sekarang pun, doa utama saya kalau harus menghadapi masa-masa penting dan signifikan hanya satu: semoga ketika masa itu tiba, saya sedang tidak diganggu oleh ingus-ingus nakal. Aamiin...


Fact #4: Perkara Malas Bebersih

Nah, ini masih saling terkait dengan perkara ingus. Ya mirip-lah dengan hubungan antara eek dan malas mandi di atas. Apeuuu~

Fakta bahwa saya mudah ingusan karena debu, membuat saya sangaaaaat malaaaas untuk bebersih, hahaha. Ini juga sih yang menjadi alasan kenapa dulu Mamih berat hati mengizinkan saya untuk merantau. Mamih khawatir jika hidup anaknya akan terbengkalai karena perkara bebersih pun malasnya ampun-ampunan, hahaha.

Sekadar untuk menyapu ruangan sebesar kamar, ini okay. Biasanya juga debu tidak sebegitu heboh banyaknya. Tapi, kalau harus bebersih se-rumah, ini butuh tekad sekuat baja untuk melakukannya hahaha. Kalau saya "terpaksa" harus bebersih yang "heboh", maka persiapannya juga harus "heboh". Mulai dari mengenakan masker muka (lebih seringnya handuk kecil tipis dijadikan masker untuk melindungi bagian hidung dan mulut), sampai sengaja mengatur waktu di mana keesokan harinya saya tidak perlu beraktivitas apapun demi berjaga-jaga supaya ketika saya mengalami bocor ingus akibat perkara bebersih ini maka saya bisa istirahat dengan tidur kebo sepuasnya setelah menenggak obat yang kekuatannya melebihi kekuatan bacaan membosankan dalam mempengaruhi tubuh saya supaya bisa tidur nyenyak dengan cepat.


Fact #5: Hobi Utama? Tentu Saja... TIDUR!

Orang lain mungkin bisa dengan bangga mengatakan bahwa hobi utama mereka adalah membaca. Ah, ini sih terlalu mainstream bagi saya. Anak-anak Klub Buku Indonesia kalau menjawab hobi utamanya mengoleksi dan membaca buku, ini mah tiada beda dengan anak-anak dari komunitas serupa lainnya.

Berhubung saya agak anti-maintream, halah prett, saya sih dari dulu selalu berbangga hati memamerkan kepada khalayak ramai bahwa hobi utama saya adalah tidur, hahaha.

Syurgaaa duniaaa syalalalala~

Apalah arti hidup jika tak pernah bisa menikmati nyenyaknya tidur sepuasnya...


Fact #6: Hobi Sampingan? Wohhooo pasTINJA... MAKAN!

Badan bahenol besar membinal seperti yang saya alami sejak sekitar 10 tahun yang lalu adalah bukti nyata betapa makan adalah sebuah hobi yang sungguh berdampak langsung bagi keberlangsungan bentuk tubuh, hahaha. Siapa sangka bahwa saya pernah berada pada fase "sulit makan ketika stress melanda"? 

Inilah efek samping dari hidup sendiri yang luar biasa dampaknya dan terlihat paling signifikan mempengaruhi perubahan diri tubuh saya semenjak menjadi anak kos, hahaha. Ternyata hidup sendiri dan menjadi anak kos membuat saya berlatih untuk tidak "manja" dan berharap "perhatian" dari keluarga. 

Kalau saya ingat-ingat, dulu saya bisa ada di fase susah makan seperti itu sampai tubuh ceking macam triplek yaa... karena di sisi lain saya merasa yakin bahwa kalaupun nantinya saya kenapa-kenapa ketika sulit makan, akan tetap ada keluarga yang menjaga saya dan memberikan bantuan langsung. Lah kalau tinggal sendiri, terus kelaparan dan sakit, yang ngenes ya diri sendiri. Mending kalau ada yang bisa standby setiap saat untuk membantu pas sakit, kalau tidak ada? Mamam!!! Hahaha.

Makanya, semenjak jadi anak kos, hobi makan sepuasnya ini ikut membantu dalam menghilangkan gejala psikosomatis berupa sulit makan ketika stress melanda tadi. Sebagai gantinya, semakin saya stress maka saya akan semakin kelaparan, hahahaha. 

Sebenarnya, makanan-makanan di luar Bandar Lampung itu banyak yang "ajaib" rasanya. Saking ajaibnya, saya memilih untuk menelan saja tanpa harus dirasa-rasa, daripada tidak ada makanan yang termakan hahaha.

Ini kenapa tidak ada yang bagus, sih?!

TT_TT 


Fact #7: Kalau Bisa Mengandalkan Orang Lain, Kenapa Harus Mengandalkan Diri Sendiri?

Betuuulll!!!
Hahaha...

Dan kemudian ini menjadi bencana ketika mulai tinggal di Bandung...

Saat saya diterima berkuliah di Depok dulu, saya sampai dibuatkan tantangan khusus. Kalau dalam sebulan pertama saya tidak mengeluh sedikit pun karena harus tinggal sendiri, maka keluarga saya akan memberikan uang tunai sejumlah asoy geboy banyaknya untuk saya nikmati sesukanya, hahaha. 

Apa pasal?  

Semua orang di rumah juga mafhum kalau saya bukan orang yang terbiasa mengandalkan diri sendiri. Prinsip hidup saya sampai sekarang adalah "kalau ada yang bisa diandalkan, kenapa saya harus mengandalkan diri sendiri?". Untung saja, gengsi dan tawaran duit membutakan ketakutan saya untuk hidup sendiri hahahaha. Hasil akhirnya, sebulan pertama hidup sendiri berjalan damai sejahtera dan duit pun melayang ke dompet saya dengan santainya...

Satu-satunya yang saya selalu ikhlas untuk mengandalkan diri sendiri HANYA terkait perkara akademik, hahaha. Sisanya, no way...

Makanya, sebagian besar anggota keluarga yang mengenal saya dengan baik akan sangat meragukan kemampuan saya dalam mengandalkan diri sendiri di banyak aspek, hahaha. Dulu, saya akhirnya diizinkan tinggal di Depok karena dekat dengan Jakarta dan di Jakarta ada om bungsu. Memang, saya sangat terbantu oleh kebaikan banyak pihak selama menjalani 9 tahun kehidupan di Jakarta-Depok sepanjang tahun 2003-2012. Mulai dari om bungsu, adik-adik sepupu, teman-teman, semuanya. Nah, begitu saya pindah ke Bandung dan tidak ada keluarga atau teman dekat yang tinggal di sini, saya pun kewalahan hahaha. Bahkan, pertama kalinya saya urus KTP dan masalah kepindahan tanpa dibantu adalah ketika saya pindah ke Bandung di akhir tahun 2012 lalu.

Saya selalu menganggap bahwa "kemandirian" saya, dalam arti saya bisa hidup sendiri sekitar 11 tahun belakangan ini atau bisa ke mana-mana sendiri, adalah kemandirian yang terpaksa hahaha. Kalau saya ada di Jakarta, apalagi kalau pulang ke rumah Bandar Lampung, saya pasti kembali menjadi Nia yang amat sangat manja amit-amit sukanya mengandalkan sana-sini dan malas mengurus sendiri.

Wo Nia: "Dek, harusnya itu kayak gini deh. Eh, jangan deng. Ubah aja kayak gitu. Ah, ubah lagi... Gitu kali, ya?"

Adek Ganteng:  "Ya udah, Wo. Coba lo yang nganuin..."

Wo Nia: Ah males lah. Alangkah repot hidup gue. Lo aja, kalo gak, yang ngelakuin..."

Adek Ganteng: "Wooh dasar Wo Nia, kebiasaan. Namanya juga Wo Nia..."  

Dan kemudian Wo Nia pun ngambek. 

Wo Nia: "Enggak ada yang sayang sama gueeee..."

Adek Ganteng: "Iya, Wo, iya..."

Wo Nia: "Katanya adek harus sayang kakaknyaa...."

Adek Ganteng: "Tapi Wo Nia gak sayang adeknyaaa...."

Syudalaaa~

Kubisa apa setelah adek ganteng berkata seperti itu?

Hahaha...

Memang kakaknya ini, si Wo Nia ini, suka keterlaluan ke adek-adeknya hahaha. Mending kalau cuma mengandalkan mereka di perkara yang urgent, misalnya antar-jemput karena saya memiliki kemampuan jauh di bawah rata-rata kalau sudah perkara ini dan itu, apalagi urusan tempat atau lokasi lalala di Bandar Lampung. Lah saya mah bahkan perkara membeli pembalut pun sering mengandalkan adek-adek ganteng untuk membelikannya karena saya malas ke luar rumah.

Hih!
Kakak durhaka! 


Fact #8: Memangnya Eksistensi Huruf "R" Itu Nyata?

Sepanjang hidup saya hingga saat ini, saya masih bertanya-tanya, "Benarkah huruf R itu nyata?".

Bagi saya sih, berita tersebut hoax belaka. Mana buktinya kalau huruf "R" itu nyata, hah?! Mana?!


Fact #9: Kenapa Makan Ikan Air Tawar Kalau Ikan Air Laut Jauh Lebih Enak?

Ikan air laut dan segala seafood lainnya adalah bukti nyata bahwa kebesaran Tuhan itu nyata! Hahaha.

Syurgaa duniaaaa~  

Saya pernah sampai benci setengah hidup kalau harus berurusan dengan ikan air tawar. Rasanya, wew, rasa tanah. Kulitnya keset-keset aneh dan tidak enak ketika di makan. Belum lagi, dagingnya yang tidak terasa gurih. Apalagi, kalau diminta untuk membersihkan ikan-ikan sejenis ikan mas yang baunya nahjong syekali itu. Hih! Saya pernah sampai menangis lebay ketika diminta Papih untuk membersihkan segambreng ikan mas entah berapa puluh ekor jumlahnya dulu. Papih dan Mamih sampai kebingungan karena reaksi saya luar biasa lebay-nya, hahaha.

Untungnya, sekarang saya sudah agak pelan-pelan mencoba biasa saja ke ikan-ikan air tawar. Apalagi selama di Bandung, saya kesulitan menemukan penjual makanan olahan laut yang enak. Lebih sering menemukan rumah makan yang menyediakan olahan ikan air tawar. Jadi, saya agak sedikit melonggarkan standar lidah dan mau menerima ikan air tawar jenis tertentu.


Fact #10: Udang, Permen Yupi, Ketimun, Kambing, Ikan Lele, Belut. Oh, No!

Dulu, iya dulu, saya sukaaaaa sekali dengan udang. Sampai kemudian, sekitar pertengahan tahun 1997, saya melahap dengan barbar bakwan udang buatan Ibu dan berakhir... sakit. Hahaha. Bukan salah udangnya, to be honest, yang berakhir sakit cuma saya kok. Papih, Mamih, dan kedua adek ganteng sehat-sehat saja. Kemungkinan besar karena saya terlalu barbar memakan bakwan udang tersebut entah sampai berapa buah, hahaha. Saya sempat bertahun-tahun berhenti makan udang. Sekarang sudah mulai mencoba kembali, setidaknya mencoba makan 1-2 buah untuk membiasakan diri tidak menolak udang lagi, hahaha. Soalnya sempat parah sekali penolakan ini. Saya sampai sakit kepala tidak karuan dan pernah muntah-muntah heboh hanya karena mencium bau udang yang sedang digoreng.

Belum selesai urusan dengan udang, tidak lama, adek ganteng nomor 1 membeli permen Yupi. Kamu tahu permen Yupi kan? Kenyal-kenyal enak gitu deh rasanya. Dulu saya juga sangat suka. Tapi, entah kenapa, saat itu saya semakin sakit setelah memakan permen Yupi, hahaha. Saya masih memilih katakan tidak pada permen Yupi.

Sebelum tahun 1999, saya masih suka dengan ketimun, apalagi kalau dicampur ke cuko pempek. Slurp!!! Sampai kemudian, saya membeli pempek langganan di seberang SMP, dan saya disuguhi pempek super pahit. Bye! Rupanya itu berasal dari getah ketimun yang bercampur ke cuko pempek. Saya sampai jijik untuk memakan timun dalam bentuk besar, termasuk ketika diiris tipis. Kalau sekadar menggigit 1-2 potong ketimun acar, ini masih tolerable. Paling saya campur cabe rawit ketika menggigitnya supaya rasa ketimun tidak terlalu kentara, hahaha. Tapi, khusus ketimun Jepang yang rasanya krenyes-krenyes itu, saya tidak menolak memakannya selama dijadikan isian kimbab atau sushi.

Sekitar tahun 2002 akhir, salah seorang kakak sepupu mengadakan aqiqah anak pertamanya. Biasa kan ya, kalau ada acara aqiqah pasti ada adegan potong kambing. Nah, sialnya, saat itu... untuk pertama kalinya saya menyaksikan adegan demi adegan ketika kambing masih hidup, kemudian disembelih, lalu dikuliti, dan terakhir dimasak. Awalnya, saya kira tidak ada dampak apapun terhadap diri saya. Awalnya. Sampai kemudian, ketika waktunya menyantap hidangan daging kambing yang baru matang dan biasanya super enak itu tiba, saya mencium aroma busuk kambing. Seketika saja, adegan demi adegan proses pemotongan kambing kembali terulang di dalam kepala saya dan sejak saat itu saya menyatakan "I'm sorry goodbye, Mbing...". Praktis, sudah selama 12 tahun ini saya totally berhenti memakan kambing. Saya sudah lupa rasanya kambing guling, hahaha. Saya sering mencoba untuk mengonsumsi daging kambing lagi, yang sudah diolah sedemikian rupa. Tapi, saya masih mencium aroma kambing, kemungkinan bawaan sugesti juga, setiap kali mencoba memakan daging kambing. Ya sudahlah, toh saya tidak merasa terlalu rugi jika tidak memakan daging kambing, hahaha. Saya jauuuuuh lebih menyukai ikan laut dari pada bangsa daging merah atau ayam.

Sampai sepanjang tahun 2003, saya masih menikmati ikan lele dan belut. Saya sering memesan pecel lele di dekat kos Depok, yang super enak dengan sambal enak dan boleh menambah sepuasnya sesukanya. Kalau ke warung Padang yang ada di sebelahnya, saya juga sering memesan belut crunchy yang bentuknya uwel-uwelan keriting kribo di sana. Mungkin, kali ini kasusnya seperti ketika saya secara barbar memakan udang, efek samping dari terlalu sering mengonsumsi ikan lele dan belut crunchy adalah mengalami eneg luar biasa dan kemudian jijik luar biasa untuk melihat ikan lele dan belut selamanya.

Hah...

Persoalan hidup...


Facts #11: K.E.N.T.U.T

Yak!

Mari kita mengulang pola #1 tentang perkara eek. Kali ini, sebagai agen kentut profesional, saya akan memberikan edukasi mengenai betapa pentingnya peran kentut di dalam kehidupan kita. Percayalah, kentut adalah pertanda bahwa kamu sehat. Bayangkan kalau kamu baru selesai dioperasi. Sebelum kamu berhasil kentut, tidak ada makanan atau minuman yang boleh kamu konsumsi. Maka, berbahagialah kalau kamu rajin kentut, karena itu artinya kamu dihalalkan untuk makan dan minum sesukamu. Demikian.

Saya senang sekali kalau bisa kentut dengan sempurna. 

Kalian tahu, kan, bagaimana wujud kentut yang sempurna itu? Tidak tahu? Duh, inilah mengapa agen kentut harus berada di seluruh penjuru negeri supaya dapat memberikan edukasi terkini mengenai kentut dan segala kecanggihannya.

Kentut yang sempurna adalah kentut yang bisa mengeluarkan bunyi O secara bulat sempurna, tanpa dihiasi oleh suara kecepirit brebetan yang sangat cempreng itu bunyinya, serta berhasil mengeluarkan bau-bauan sedap yang sangat khas. 

Sayangnya, saya baru akan mengalami kentut yang sempurna jika saya memilih tidak eek malam dan akhirnya kebelet eek setengah hidup di pagi buta. Tentu bukan kombinasi yang menyenangkan. Sebagai gantinya, saya sudah cukup puas dengan kentut yang macho.

Lho? Kentut yang macho itu yang seperti apa lagi? Ya ampun, kamu sungguh tidak tahu? Sungguh, kamu sungguh merugi...

Kentut yang macho adalah bunyi kentut yang berdegum dengan lantang. Saya senang sekali jika pagi hari dilalui dengan kentut yang macho. Akan jauh lebih berbahagia jika saya bisa mengeluarkan atraksi kentut macho di depan khalayak ramai, ya minimal di angkot atau di jalan. 

Begitulah...  


Fact #12: Mengupil-lah, Wahai... 

Sesungguhnya, nikmat paling indah adalah ketika kamu bisa melakukan paket combo kentut yang sempurna dan kemudian mengupil sambil eek ~ Nia Fajriyani Sofyan.


Fact #13: Duhai Kekasihku, Mangga Indramayu...

Saya sedang patah hati. Salah satu sumber kebahagiaan saya di akhir tahun nanti, mangga Indramayu dari halaman rumah Om Pebonk Kecebonk, kini hanya tinggal kenangan. Demi memasang tenda indah di hari pernikahan Om Pebonk Kecebonk dan Tante Iqbal tanggal 28 September 2014 nanti, Papa Om Pebonk menebang pohon mangga Indramayu yang sedang berbuah lebat itu supaya kerindangan pohon tidak menghalangi tenda.

Sakitnya tuh, di sini, Om.... *tunjuk perut*   

Mangga Indramayu itu enaknya luar biasa. Tiada kesan tanpa kehadiran mangga Indramayu di dalam kehidupan saya. Tolonglah, hanya mangga dari jenis Indramayu yang sanggup saya makan meski masih mentah. Tolong saya... Satu-satunya buah yang setiap tahun selalu saya nantikan kemunculannya, hanyalah kehadiran mangga Indramayu di dalam perut saya.


Fact #14: Rujak Buah Adalah Senyata-nyatanya Obat Stress

Kamu sedang stress?

Resep pengobatannya mudah sekali dan ini adalah favorit saya... ^^

Datanglah ke penjual rujak buah terdekat, bukan penjual buah potong yang mengaku menjual rujak buah ya! Pesanlah minimal seporsi rujak buah dengan bumbu
medhok dan tingkat pedas di atas rata-rata. Kemudian, makanlah dengan senyum sumringah. Niscaya, setelah itu kamu mengalami kelegaan luar biasa. Apalagi, kalau setelah itu kamu eek dengan nikmat. Maka, tidur nyenyaklah kamu setelah itu. Ketika terbangun, kamu akan sadar bahwa hal-hal yang membuat kamu stress sudah ikut terbuang bersama rombongan eek.

Small things matter...


Fact #15: Bakat Utama Saya Adalah Menjadi Majikan...

Alkisah, di pertengahan tahun 1990an...

Wo Nia: "Ayah, Wo Nia belajar naik motor yaa..."

Papih: "Untuk apa? Nanti juga Wo Nia kan jadi penumpang..."

Hmm...

Maka jangan salahkan saya kalau spesialisasi saya adalah menjadi penumpang, kemampuan mengendarai sepeda saja berada jauh di bawah rata-rata (apalagi kendaraan lainnya!), dan beberapa teman menyematkan medali "majikan" kepada saya dengan ikhlasnya.


Fact #16: Nama Kamu, Siapa?

Bukan, ini bukan tentang nama asli. Urusan nama asli mah sangat jelas. Tapi saya punya beberapa nama panggilan lain, dan beberapa dari nama itu masih eksis sampai sekarang. Hanya saja peredarannya terbatas di kalangan tertentu saja, hahaha. 

Gaya lo, Ni!

Semuanya berawal dari iseng-iseng kelakuan anak gadis menjelang remaja yang semakin sering diganggu para lekong yang hih juga kelakuannya. Capek, anak gadis capek menghadapinya.

Akhirnya, atas kesepakatan bersama teman-teman dekat selama SMP dulu, tepatnya setelah deklarasi di suatu sore saat kelas 2 SMP antara anak gadis dan teman-temannya, untuk mengerjai lelekong yang tidak satu sekolah dan gemar mengganggu saya. Hasil akhirnya, bukan saya saja yang membuat nama panggilan samaran melainkan kami semua yang ada di dalam deklarasi tersebut, hahaha. 

Nama samaran yang buat adalah "Ifa". "I" dari huruf terakhir di nama depan saya dan "Fa" dari dua huruf pertama di nama tengah saya. Jadi, kalau berkenalan dengan lelekong dari sekolah lain, saya menggunakan nama "Ifa" supaya tidak mudah dilacak. Sayangnya, gagal total hahaha. Mungkin karena saya begitu tenarnya. Ngok!

Nama "Ifa" hanya eksis selama beberapa bulan karena kemudian beberapa teman justru memelesetkan nama tersebut menjadi "Ipeh" dan jadilah panggilan "Ipeh" yang lebih tenar dari pada "Ifa".

Ngg...

Salah satu sahabat terdekat saya, terus memanggil saya dengan panggilan "Ipeh" hingga kami awal kuliah. Sebelum akhirnya, dia mengikuti arus dan memilih memanggil saya dengan nama panggilan buatan lainnya, hahaha. Saya sendiri sudah merasa sangat asing dengan panggilan "Ifa" maupun "Ipeh". Rasanya sudah sangat tidak tepat lagi dengan branding saya. Halah, apa-apaan ini maksudnya nganu beuts...

Selain teman genk yang saya sebut di atas, saya memiliki genk lain ketika saya SMP. Genk yang tadi merupakan teman-teman saya untuk urusan pergi dan pulang sekolah, kebetulan rumah kami saling berdekatan. Sementara genk lainnya adalah genk rempong yang selalu saja sekelas di so-called-kelas-unggulan.

Bersama genk sekelas ini, saya membuat peraturan supaya kami saling memanggil dengan nama spesial dan beda sendiri. Keputusannya saat itu adalah dengan mengucapkan dua huruf pertama dari nama depan secara dobel, supaya terkesan uwuwuw. Manja-manja lucu imut menggemaskan gitu deh jadinya. Berhubung dua huruf pertama dari nama depan saya adalah "K" dan "U", maka saya dipanggil "Kuku". Supaya terkesan lebih antik, seorang teman menyarankan saya untuk menggunakaan ejaan lama. Kebetulan saat itu, saya dan teman genk sekelas sedang gila-gilanya dalam menggarap ejaan lama. Segala jenis tulisan diubah menjadi penulisan dengan ejaan lama. Puisi, esai, cerpen kami ubah menjadi ejaan lama. Bahkan, lirik lagu juga jadi "korban" kami, terutama lirik lagu Sheila on 7 hahaha. Alasannya sederhana, ejaan lama itu terlihat "kuno" yet "artistik". Maka, sejak itu, tulisan resmi untuk panggilan kedua saya selain "Nia" adalah "Koekoe".

Ada untungnya juga saya memiliki nama panggilan "Koekoe". Hal ini memudahkan saya untuk mengidentifikasi kalau ada yang menghubungi saya dan memanggil "Koe", sementara saya bingung dia siapa, maka saya tinggal melacak dari teman-teman saya SMP dan SMA saja. Tidak perlu melacak dari segala hubungan pertemanan dari zaman muda belia dan belum berlumur dosa, hingga sekarang entah dosa apa saja yang sudah saya lakukan.


Kerennya adalah... dari sekian gadis cantik di dalam
genk tersebut, hanya saya yang panggilannya tetap eksis sampai sekarang. Bahkan menjadi salah satu trademark saya. Saking terlalu melekatnya, teman-teman SMP berhasil "mempengaruhi" teman-teman SMA untuk ikut memanggil saya dengan nama "Koekoe". Padahal, saat awal masuk SMA, saya sudah "memposisikan diri" sebagai "Nia" dan berharap teman-teman SMA memanggil saya "Nia" bukannya "Koekoe". Tapi, apa daya tangan tak sampai, hahaha. Selain itu, teman-teman SMP dan SMA yang memanggil saya "Koekoe" akan merasa asing dengan panggilan "Nia", sementara teman-teman yang memanggil saya "Nia" tetap merasa familiar dengan nama "Koekoe".

Syudalaa~

Saya kira, ketika masuk kuliah, perkara nama panggilan ini akan selesai. Ternyata, oh, ternyata... tidak demikian adanya. Ada saja teman-teman yang memanggil saya selain "Nia". Mulai dari "Naiye" yang disebut ala-ala menyebut "Nia" dengan kebule-bulean, ada lagi "Naiya", dan entah apa lagi karena tidak semuanya saya ingat, hahaha. 

Tak apa, tak apa. 


Di kemudian hari, panggilan "Naiya" berjasa besar dalam menentukan
trademark untuk online shop saya yang bernama The Naiya Indonesia, hahahaha.


Fact #17: Erika, Kamu Di mana?

Teman-teman di grup WA Klub Buku Indonesia mungkin tidak merasa asing kalau saya menyebut nama Erika. Iya, ini korban bullying dengan pelaku bullying adalah saya sendiri.

Huwaaa...

TT_TT

Erika, maaf...

Cerita lengkapnya bisa dibaca di sini.


Fact #18: Trauma...

Saya punya banyak trauma! Hahaha.

Sebagian besar sudah dapat saya kendalikan, ini yang levelnya sudah saya anggap "ecek-ecek" sih. Sebagian masih harus di-maintenance, halah, apa ini... Setidaknya, untuk menghindari "kumat", saya harus bisa menjaga level kewarasan dan kestabilan emosi hingga taraf tertentu. Kalau tidak, hancur berantakan-lah kegiatan sehari-hari saya, hahaha.

Sementara untuk "akar" dari semua masalah psikologis saya selama ini, saat ini, sedang dalam kondisi "aman". Setidaknya, karena saya sengaja menghindari kondisi tertentu juga selama hampir setahun belakangan, mhehe... Soalnya, nyaris membuat kehidupan saya di Bandung menjadi berantakan juga, hahaha. Untungnya, di sini saya masih diberikan kesempatan lain oleh pihak-pihak yang terkena dampak.

Kepindahan saya ke Bandung pun merupakan "akibat" dari ketidak-mampuan saya untuk menjaga kestabilan dan keseimbangan semuanya, dulu. Namanya juga sepanjang tahun 2010-2012 itu saya sedang berada di taraf "sangat krisis". Boro-boro bisa handle diri sendiri, wong saya saja sampai melepaskan pegangan saya kepada Alloh, hahaha.

Hasil akhirnya, kehidupan perkuliahan saya yang menjadi korban. Kalau dibilang menyesal, saya tidak menyesali satupun proses yang harus saya lalui. Saya juga tidak menyesal karena "harus" mengalami kejadian bertubi-tubi sejak masa kecil yang ternyata memberikan pengaruh sangat signifikan di kehidupan saya sampai saat ini. Satu-satunya penyesalan saya adalah... karena saya lalai untuk segera meminta bantuan ketika sudah menyadari bahwa saya berada di taraf "sangat krisis" tadi. Akibatnya, kehidupan perkuliahan saya yang menjadi korban paling signifikan. Bahkan, kejadian ini menjadi kejadian "patah hati" paling tragis yang pernah saya alami, hahaha. Padahal, di awal 2012 dulu, saya juga baru "patah hati" di urusan percintaan tepat sebelum saya harus mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan saya dengan Psikologi UI. Percayalah, kejadian "patah hati" di perkara percintaan tidak ada setitik debu dari kejadian "patah hati" karena harus memilih "putus" dengan kampus kesayangan, tempat di mana saya belajar banyak sekali proses pendewasaan diri sejak 11 tahun yang lalu.

Jujur saja, kuliah menjadi korban itu seperti kekalahan terbesar dalam hidup saya selama ini hahaha. Seumur hidup, saya tidak pernah mengalami "catatan hitam" di dunia akademik. Saya selalu masuk ke jajaran atas, walaupun tidak selalu di posisi  teratas. Kehidupan akademik begitu mulus, tidak pernah sekalipun saya harus mengulang atau tidak tepat waktu. Tidak pernah sekalipun. Tapi, kali ini saya harus mengalami kehidupan blangsakan di dunia akademik. Sialnya, itu bukan karena saya bermasalah di akademik. Melainkan karena saya sedang berjibaku dengan segala jenis trauma yang harus dikendalikan dulu, harus disembuhkan dengan meminta bantuan beberapa Psikolog yang saya percaya, hahaha.

First thing, first...

Itulah kenapa HARUS selalu ada Psikolog untuk Psikolog lainnya, hahaha. Saya tidak pernah menduga bahwa perjalanan saya menjadi seorang Child Clinician harus se-begini-nya. Untuk menjadi seorang Psikolog yang bisa membantu klien, memang harus bisa membantu diri sendiri dulu, hahaha.

Kekuatan terbesar saya untuk bisa menjalani semuanya dengan smooth ya karena never-ending support dari keluarga, terutama Mamih. Keluarga tidak tahu apa saja yang harus saya alami, saya juga tidak tertarik untuk membagi semua masalah ke mereka hahaha. Cukuplah sebagian besar saya simpan karena fokus utama saya bukan untuk mendramatisir trauma-trauma tersebut, melainkan mengeksekusi mereka dengan sebaik-baik yang bisa saya lakukan. Saya pikir, tidak ada gunanya juga mereka tahu. Kasihan, apalagi ke Papih-Mamih. Bisa-bisa masalah saya justru menambah beban hidup mereka.

Kekuatan lainnya, saya dapatkan dari beberapa teman dan dosen yang tahu kekisruhan macam apa yang saya alami saat itu, hahaha. Salah satu dosen bahkan sampai berkali-kali mengingatkan saya dan berkata, "Nia, ingat... Selama ini kamu tidak pernah mengalami masalah akademik. Kejadian tersebut juga bukan karena kamu bermasalah di akademik. Tetapi, masalah personal sudah menyebabkan akademik kamu menjadi terganggu. Jadi, semoga kejadian tersebut bisa memberikan pelajaran berharga bagi kamu. Jangan mau dikalahkan oleh beban dan emosi negatif, dari manapun sumbernya."

Saya tidak akan menyebutkan trauma apa saja yang saya alami. Pikirkan segala jenis trauma, mungkin tebakan kamu benar, hahaha.

The longest journey is the hardest, we may think that way, but it also gives you the best experience and the most memorable lesson of life. And this journey is the best lesson of all the journeys I have done so far. 

Keren lah pengalaman hidupnya si Nia ini, pokoknya mah...

Ciyeee....

Kamu terpengaruh "esai" saya barusan ya? Hahaha...


Fact #19: Bolehkah Saya Menikahi Otak Kamu Saja?

Duh...

Saya tuh sepertinya masuk golongan susah demen ama lekong dan mudah ilfil ke lekong.

Susah sekali sepertinya. Sekalinya saya berhasil demen ke si lekong, eh yang saya demen ternyata cuma otaknya saja.

Bingung?

Sama.

Entah sudah berapa laki-laki yang saya kagumi luar biasa, uhuk otaknya. Secara fisik, sebagian besar dari mereka-mereka itu okay, sebagian lagi outstanding kece badai maksimal. Kelakuan, tentu saja, kalau saya naksir pasti kelakuan lelekong yang saya taksir berada pada level subhanalloh. Tapi, entahlah... kalau dijadikan pasangan, belum tentu saya mau, hahaha. Jangankan memikirkan mereka untuk jadi suami, untuk jadi pacar juga belum tentu saya bersedia.

Sepertinya ada yang korslet di diri saya.


Fact #20: Leo Itu Galak Seperti Singa, Mungkin Benar Adanya

Jangan pernah pancing saya untuk benar-benar marah, jangan. Sudah belasan tahun ini saya belajar untuk lebih menahan marah karena saya tahu persis kalau saya marah akan seperti apa. Saya saja bisa menganggap diri sendiri mengerikan kalau sudah marah, hahaha.

Wew...

Apa yang tampak atau pernah kamu lihat ketika saya marah, dulu, waktu SD-SMA... Misalnya ketika saya berkelahi dengan teman-teman (terutama rombongan lelekong gengges), di mana saya sampai memukul atau menendang atau melempar atau menampar atau sekadar mengomel... sesungguhnya itu hanya bagian surface saja, hahaha. Ada beberapa orang terdekat yang tahu persis dengan bagaimana saya ketika marah.

Tapi, katanya sih, dibandingkan dengan ketika saya marah... saya jauh lebih menyeramkan kalau sedang diam saja. Ya, ini pendapat mereka-mereka yang tahu kalau saya marah seperti apa, hahaha. Menurut mereka, kalau saya terlihat diam, justru semakin mengerikan karena seolah sedang bersiap untuk meledak dengan dahsyat.

Ah, mereka sepertinya hiperbola... *senyum semanis mungkin*


***

Sekian.

Tulisan saya sudah cukup panjang, kan, ya? Saya khawatir belum memenuhi harapan para fans saya supaya saya menyuguhkan tulisan panjang penuh "tindja" dan berbentuk ebook dengan format epub.

Baiklah...

FYI...

Selama saya mengetik ini, saya sudah berkali-kali eek akibat makan pisang dengan kalap, sudah berkali-kali mengupil dan kentut macho, dan pasTINJA belum mandi sejak... ngg... kapan ya?

Ciaobella!

Have a blessed day!





***

#20FactsAboutMe ini konon berasal dari seru-seruan di instagram. Berhubung saya bukan pemain di sana, di bawalah tantangan ini oleh makhluk penggemar nasi goreng level internesyenel yang cuma pakai kolor kalau lagi tidur, bernama Bangjuls WC Toto Jongkok yang mengaku sejenis golongan berkasta Tindja. Kutakpaham dia sebenarnya ber-gender apa... TT_TT

Anyhow, ini seru bingits hahahaha. Tengs, Bangjuls! *emoticon bibir merah menyala*

Ini dia pasukan penuh barokah yang kena tag di perkara anu...

  1. Bangjuls sang pemimpin Marketing WC Toto jongkok
  2. Tantelena yang jadi tandem Bangjuls
  3. OmYo idaman kawula muda
  4. Dik Ndeh yang selalu cium tangan tiap ketemu tetua
  5. Nona Daeng yang sering berkutat dengan infus
  6. Papanya Ellen pemilik blog berantakan
  7. Itik penggemar pisang kejepit di pintu kereta
  8. Tante Iyas pemuja brondongs
  9. Bang Wira pemilik usaha bakso enak
  10. Neng Vy yang lagi khusyuk nyari jodoh
  11. Nyonya Pai pemimpin genk Makassar 
  12. Mamahnya duo cogan yang cantik rupanya cantik hatinya
  13. Mbak Hobbit temannya Masha