#ContactForm1 { display: none ! important; }

Wednesday 3 March 2010

[EXPERIENCES] Project #3

Tulisan ini lagi-lagi hasil produksi di tahun 2006. Awalnya diikutsertakan di salah satu lomba yang diadakan oleh BKKBN, saya lupa perlombaan seperti apa. Tapi saya baru mengirimkan di hari terakhir, jadi saya sendiri ga yakin kalau tulisan ini akan masuk ke panitia. Hahaha.

Temanya merupakan salah satu issue anak dan remaja yang saya sukai, sex education. Jangan berpikir terlalu ngeres atau tabu yaa. Memberikan penyuluhan atau seminar atau pelatihan mengenai sex education BUKAN BERARTI mengajarkan anak tentang seks. Salah satu fungsi sex education lebih kepada memberikan edukasi seputar organ reproduksi (yang sayangnya tidak semua orang, terutama anak dan remaja, yang mengenal dengan baik organ reproduksi masing-masing, jadi boro-boro bisa menyadari DOs vs DONTs terkait kesehatan reproduksi, dll).

Here we go. Mudah-mudahan tulisannya cukup mudah untuk dimengerti.

Tema Sentral: Keluarga Kecil Berkualitas Tumpuan Masa Depan Bangsa
Subtema: Remaja Indonesia Peduli Kesehatan Reproduksi
Topik: Gaul Tanpa Seks
Kategori: C (20-24 tahun)
Judul: Pendidikan Seks untuk Remaja: Kenapa Kita Harus Menghindari Seks Bebas?    

           
Sebagai remaja, kita sangat perlu mengetahui mengenai masalah seksualitas. Pengetahuan mengenai seks ini juga diharuskan agar kita akhirnya tidak mencari pengetahuan dari sumber-sumber yang salah. Pendidikan seksual sendiri merupakan pemberian informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan (http://www.e-psikologi.com/remaja/100702.htmu).       

Dengan pendidikan seks, kita diberitahukan bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu kita  juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga dapat menghindarinya (http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pp1pendidikanseks.html).

 

Mengapa pendidikan seks ini harus diketahui oleh remaja?

 

Jawabannya karena pada masa remaja, pertumbuhan hormon-hormon seksualitas sudah mulai berkembang. Jadi, jika tidak secepatnya mengetahui masalah tubuh dan seksualitasnya, tidak secepatnya menyadari bahwa telah memiliki hasrat secara biologis, maka bisa jadi remaja akhirnya  melakukan tindakan-tindakan yang mungkin akan membahayakan diri dan orang lain (Poerwandari dan Habsjah, 2006). Apalagi, sekarang ini telah banyak beredar materi-materi bermuatan seksual yang dapat diperoleh dengan sangat mudah dan murah. Misalnya, dalam bentuk komik, majalah, VCD, tabloid, dan melalui situs-situs di internet. Bahkan, jangankan remaja, anak-anak kecil pun telah dapat memperolehnya dengan mudah!

           
Sebagai gambaran, mari kita memahami terlebih dahulu tentang pubertas remaja.

Usia remaja mencakup usia 11/12 hingga 19/ awal 20an tahun. Secara psikologi, masa remaja dipandang sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang salah satu tandanya adalah pubertas. Saat pubertas ini terjadi, ada proses kematangan seksual (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

Pubertas diawali dengan adanya peningkatan hormon seks (pada perempuan terutama hormon estradiol dan pada laki-laki terutama hormon testosteron) dan ada proses kematangan organ-organ reproduksi. Pada perempuan, biasanya pubertas mulai dari usia sekitar 10,5 tahun dan matang pada usia 13-14 tahun, sedangkan pada laki-laki mulai terlihat di usia 12,5 tahun dan matang pada usia 16-17 tahun. Tanda-tandanya, pada laki-laki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

Selain itu, ada kematangan fisik yang terjadi. Tanda-tanda yang menyertai kematangan fisik ini antara lain organ-organ reproduksi membesar dan muncul karakteristik seks sekunder (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

Apa saja karakteristik seks sekunder yang muncul? Secara fisik, misalnya pada laki-laki muncul rambut pada alat kelamin, tumbuh rambut pada wajah, perubahan suara, perubahan kulit, dada yang menjadi lebih bidang. Sedangkan, pada perempuan payudara mulai tumbuh dan membesar, muncul rambut pada alat kelamin, perubahan suara, perubahan kulit, pinggul menjadi lebar (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

Perubahan berat dan tinggi badan juga berlangsung sangat pesat (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).  Pada perempuan dimulai saat berusia 9,5-14,5 tahun (rata-rata di usia 10 tahun), sedangkan pada laki-laki dimulai di usia 10,5-16,5 tahun (rata-rata di usia 12/13 tahun).

Remaja pun mengalami orientasi seksual, menginginkan kedekatan, hubungan seksual yang romantis, ketertarikan terhadap lawan jenis (heteroseksual) – sesama jenis (homoseksual) – dan terhadap keduanya (biseksual). Hubungan yang dilakukan tidak hanya dengan persetubuhan, tetapi bisa melalui non persetubuhan, seperti yang dikenal dengan oral seks, masturbasi atau onani (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

Darimana remaja mengetahui informasi tentang seks? Ada yang mengetahui informasi tentang seks dari pendidikan seks formal yang mengajarkan bagaimana cara mengontrol kehamilan, bagaimana proses penularan penyakit seksual, bagaimana melakukan seks aman untuk mencegah HIV, dan bagaimana mengatakan tidak untuk seks bebas. Sayangnya, ada beberapa yang justru memperoleh informasi tentang pendidikan seks dari media yang memperlihatkan perilaku seksual menyimpang dan jarang memperlihatkan resiko yang meungkin terjadi akibat hubungan seks yang tidak aman (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

Mungkin, masih ada yang bertanya-tanya dan masih belum mengerti, mengapa pengetahuan tadi perlu untuk diketahui?

Sebenarnya, hal ini diperlukan supaya para kita sebagai remaja dapat menghindari adanya aktivitas seksual yang terlalu dini. Terutama, karena ada fakta yang menunjukkan bahwa sebagian besar remaja tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan dan seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual, terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut (http://www.e-psikologi.com/remaja/100702.htm).

Untuk menghindari hal-hal itulah, remaja perlu memahami bahwa pertumbuhan alat-alat reproduksi remaja dan hormon-hormonnya menyebabkan kita mulai tertarik pada seks. Hasrat seksual ini justru harus dikelola dengan baik. Meskipun sudah ada hasrat seksual, bukan berarti hasrat ini bisa diumbar seenaknya. Harus dibatasi, apa yang baik dilakukan di antara teman atau pacar dan mengapa hubungan seks di luar nikah tidak dianjurkan (Poerwandari dan Habsjah, 2006). Jadi, kita akan lebih memahami apa saja yang harus dilakukan dan harus dihindari terkait dengan seks. Apalagi, saat ini justru ada beberapa kejadian tentang aktivitas seksual yang terjadi di kalangan remaja yang ternyata diakibatkan kurangnya pengetahuan tentang seksualitas, khususnya masalah repoduksi.

Ada penelitian yang menunjukkan bahwa ternyata remaja yang memiliki pengetahuan lebih benar tentang seks, kenyataannya lebih mampu mengelola dirinya. Bila ia mengetahui bagaimana kehamilan bisa terjadi, apa yang menyebabkan kehamilan, dan bagaimana orang bisa terangsang secara seksual, ia malah akan lebih berhati-hati. Sementara yang tidak mungkin akan mencoba-coba, ingin tahu, lalu kebablasan (Poerwandari dan Habsjah, 2006).             


Selain itu, remaja yang mendapatkan informasi yang benar tentang kehidupan seksualitas akan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka. Bagi remaja yang belum aktif seksual, pendidikan seks justru akan menunda umur pertama kali melakukan hubungan seks. Remaja yang sejak awal mengetahui bahwa melakukan hubungan seksual dengan sembarang orang akan memiliki resiko yang tinggi terkena penyakit kelamin, cenderung akan menghidari tingkah laku tersebut (http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pp1pendidikanseks.html).

Masih kurang puas dengan alasan di atas?

Mari kita cermati bersama hasil penelitian berikut ini.

Penelitian 1
Penelitian PKBI 2001 terhadap responden remaja khususnya siswa SMU dan mahasiswa, yang dilaksanakan di lima kota, yakni Kupang (NTT), Palembang (Sumsel), Singkawang (Kalbar), Cirebon, dan Tasikmalaya (Jabar). Penelitian melibatkan 2.479 responden berusia 15-24 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan:
  1. 52,67% responden memiliki pengetahuan tidak memadai mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena sumber pengetahuan mereka hanya dari teman.
  2. 16,46% responden mengaku pernah melakukan hubungan seksual. Dari jumlah remaja yang melakukan hubungan seks, sebanyak 74,89% melakukan dengan pacar, dan dari jumlah itu pula sebanyak 46,26% (sekitar 78 orang) melakukan hubungan seks secara rutin 1-2 kali sebulan. Sisanya melakukan 1-2 kali seminggu, bahkan ada yang melakukan setiap hari. Kemudian, sebanyak 40,09% menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, dimana 70,39% responden mengaku mengenal alat kontrasepsi kondom, 59,65% mengenal jamu, dan selebihnya memercayai mitos, seperti makan nenas muda, loncat-loncat, atau berjongkok setelah bersanggama.


Penelitian 2
Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan riset internasional Synovate atas nama DKT Indonesia terhadap perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun. Penelitian dilakukan terhadap 450 remaja dari Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan.
Hasil penelitian menunjukkan:
  1. 64% remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral agama. Tetapi, kesadaran itu ternyata tidak memengaruhi perbuatan dan perilaku seksual mereka. Alasan para remaja tersebut melakukan hubungan seks, karena semua itu terjadi begitu saja tanpa direncanakan.
  2. Para remaja tersebut tidak mempunyai pengetahuan khusus serta komprehensif mengenai seks. Informasi utama mereka didapatkan dari kawan sebanyak 65% atau film porno sebanyak 35%, untuk sekolah dan orang tua masing-masing sebanyak 19% dan 5%. Dan, sebanyak 81% remaja tersebut mengakui lebih nyaman berbicara mengenai seks dengan kawan-kawannya.

Bagaimana?

Data-data di atas cukup kuat untuk dijadikan alasan mengapa remaja perlu mendapatkan pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, bukan?
Mudah-mudahan, jawabannya iya.

 

Ada banyak alasan lainnya yang turut menyertai perilaku seksual di kalangan remaja, antara lain karena ada rasa ingin tahu yang sangat besar tentang perilaku seksual sampai-sampai harus praktik dulu untuk membuktikannya, ada yang karena ingin membuktikan rasa saling mencintai, saling mempercayai terhadap pasangan, padahal belum menikah (http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/map76more.html).


Kenapa kita perlu menghindari hubungan seksual yang bebas sebelum menikah?

Coba bayangkan, jika ternyata dari hasil hubungan seksual ini terjadi kehamilan, siapa yang dirugikan? Siapa yang terpaksa harus berhenti dari sekolah? Siapa yang harus menanggung malu akibat aib? Bila kita yang melakukan, berarti kita sendiri yang menanggung semua akibatnya, bukan? Apalagi, secara norma agama, sosial, dan budaya yang berlaku di Indonesia, melakukan hubungan seksual sebelum menikah masih merupakan hal yang dilarang.

Selain itu, jika ternyata kehamilan tersebut sangat tidak diinginkan, berarti harus digugurkan. Dengan kata lain, pelakunya melakukan aborsi! Sampai saat ini, hukum di Indonesia pun tidak mengizinkan aborsi dilakukan, kecuali karena alasan medis. Jika melakukan abosi berarti kita melanggar hukum.

Belum lagi, jika ternyata kehamilan terjadi pada remaja, maka hasilnya akan buruk. Bayi yang dilahirkan bisa prematur, memiliki resiko besar untuk meninggal saat lahir, mengalami masalah kesehatan, dan perkembangannya tidak normal saat dewasa. Bahkan, dilihat secara psikologis pun, pasangan remaja tidak dewasa serta tidak memiliki kemampuan dalam berkeluarga dan mengasuh anak (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

Bayangkan juga, jika ternyata hasil dari hubungan seks malah mengakibatkan terkena penyakit menular melalui kontak seksual (antar heteroseksual, homoseksual, maupun biseksual), gonta ganti pasangan, tidak menggunakan alat kontrasepsi, atau karena tidak memiliki informasi yang cukup tentang seks (Papalia dan Ols, 2004). Umumnya, penyakit yang lazim diderita adalah human papilloma virus (HPV), yang menyebabkan munculnya kutil pada alat kelamin, dan yang kedua adalah trichomoniasis yang disebabkan oleh parasit mikroskopik. Selain kedua penyakit tersebut, pada remaja (terutama perempuan), penyakit yang paling sering diidap adalah gonorrhea dan chlamyda. Kedua penyakit ini tidak terdeteksi dan belum ada obatnya. Penyakit lainnya yang muncul adalah HIV/AIDS (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Jangan terlalu yakin bahwa dengan menggunakan alat kontrasepsi, seperti kondom, maka kita terbebas dari hal-hal yang tidak diinginkan (hamil atau terluar penyakit) saat melakukan seks bebas.

Menyeramkan bukan akibat yang harus ditanggung jika kita sembarang melakukan aktivitas seksual, terutama jika sebelum menikah?

Lalu, selain dengan memiliki pengetahuan cukup mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi yang telah dijabarkan sebelumnya, apalagi yang harus dipersiapkan oleh remaja?

Masa remaja terkait dengan masa pencarian identitas diri. Ada banyak sekali godaan yang menyertai perjalanan remaja. Bila gagal melalui perjalanan ini, maka akibatnya akan dirasakan langsung dalam setiap langkah selanjutnya. Misalnya, jika ternyata kita terlibat seks bebas, lalu terjadi kehamilan atau tertular penyakit, bukan tidak mungkin akhirnya masa depan kita akan suram. Setiap langkah atau tindakan kita harus dipkirkan dahulu resiko jangka panjangnya, apakah akan merusak diri dan masa depan? (Poerwandari dan Habsjah, 2006).

Selain itu? Apa lagi yang harus dipahami?

Dalam lingkungan pergaulan remaja ada istilah anak gaul. Istilah ini menjadi sebuah ciri bagi dunia remaja, yang beberapa ditandai dengan nongkrong di kafe, sering ke mal, free sex, atau mengkonsumsi narkoba. Mereka yang tidak mengetahui dan tidak tertarik dengan hal yang disebutkan tadi, akan dinilai sebagai remaja yang tidak gaul dan “kampungan”. Akibatnya, supaya dianggap anak gaul inilah, banyak yang akhirnya menjadi korban dari pergaulan bebas, di antaranya terjebak dalam perilaku seks bebas (http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=19232).

Kenapa ada kesan kita tidak boleh gaul supaya terhindar seks bebas?

Bukan. Maksudnya, bukan berarti kita sebagai remaja tidak boleh bergaul. Tetapi, lebih tepatnya kita harus berhati-hati dalam bergaul. Untuk dianggap anak gaul bukan dengan pergaulan yang salah, seperti dengan melakukan seks bebas. Lebih baik kita melakukan banyak aktivitas lainnya yang lebih bermanfaat bukan? Misalnya, melakukan kegiatan sosial.

Bergaul tetap penting untuk dilakukan, karena dengan bergaul kita dapat memperoleh jangkauan pengetahuan yang luas, memiliki hubungan pertemanan yang banyak, serta mendapatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Tetapi, yang perlu dihindari adalah jika kita sampai terjerumus pada pergaulan yang terlalu bebas dan tidak bertanggungjawab. Sebagai remaja, kita juga mempunyai tanggungjawab terhadap diri sendiri, orangtua, dan juga masyarakat.

Bagaimana solusi supaya terhindar dari pergaulan yang salah?

Pertama, sebagai remaja kita harus mampu menjaga diri. Tentunya, kita sedikit banyak telah memahami secara pasti apa saja yang baik diri dan apa yang tidak baik bagi diri,  sehingga kita harus mempunyai sistem nilai bagi diri kita tentang hal-hal yang dapat merugikan dan yang bermanfaat. Berani berkata TIDAK untuk hal-hal yang tidak baik bagi diri kita. Misalnya, jika kita berpacaran dan pacar kita menuntut untuk melakukan hubungan seks dengan kita dengan alasan pembuktian rasa cinta, maka kita harus tegas untuk berkata ‘tidak!’ atas keinginannya itu. Perlu ditekankan kembali bahwa jika memang pacar mencintai kita dia pasti memahami, menghormati, menjaga, dan tidak memaksakan kehendak apalagi mengancam kita. Atau, jika dalam hubungan pertemanan, teman kita memaksa kita untuk melakukan pergaulan bebas atau seks bebas, sementara dari pengetahuan yang kita peroleh tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja, dari segi apapun (agama, sosial, dan budaya) seks bebas tidak baik dilakukan, maka kitapun harus tegas untuk berkata ‘tidak!’ kepada teman kita tadi. Biar bagaimanapun, hubungan pertemanan yang baik akan saling melindungi.

Selain terkait dengan hal-hal di atas, kita juga jangan mudah terpengaruh dengan apa yang kita ketahui dari media (TV, majalah, komik, internet, atau VCD ‘porno’) yang menayangkan adegan seks. Biasanya, apa yang ditampilkan sangat berlebihan karena lebih memperlihatkan tentang kenikmatan melakukan hubungan seksual tanpa bertanggungjawab atas kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Lindungi diri kita dengan pengetahuan yang cukup dan baik tentang seksualitas remaja.

Kedua, adakan hubungan yang baik dengan keluarga. Keluarga adalah tempat pertama kita belajar. Jika hubungan kita dekat dengan orangtua, bukan tidak mungkin kita akan lebih terjaga dalam melangkah karena melalui orangtua kita dapat saling berbagi pengalaman, terutama yang terkait dengan pengetahuan seksual. Apabila takut untuk mencari informasi ini dari orangtua, misalnya karena takut dimarahi, yakinkan orangtua bahwa kita membutuhkan informasi tersebut agar tidak salah melangkah dalam hidup.

Terakhir, hal mendasar yang paling mampu menjaga kita dari pergaulan yang salah adalah adanya landasan agama dalam pola berpikir kita. Semakin kita kokoh dalam beragama, maka semakin kita terjaga dalam hidup.

Semoga kita, para remaja Indonesia, semakin memahami seksualitas dan kesehatan reproduksinya - semakin terjaga dalam melewati masa remaja - semakin bertanggungjawab dalam setiap tindakan - dan semakin optimis dalam menghadapi masa depan, dengan bergaul tanpa seks bebas.

Asyiknya gaul tanpa seks bebas!


REFERENSI


Buku
Papalia, Diane Papalia, Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman. (2004). Human Development. Ninth Edition. Boston: McGraw Hill.

Poerwandari, Kristi dan Atashendartini Habsjah. (2006). Ngobrol soal Tubuh dan Seksualitas: Cerita Bergambar untuk Remaja dan Orangtua. Jakarta: Program Kajian Wanita, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Internet
Mu’tadin, Zainun. “Pendidikan Seksual pada Remaja”. http://www.e-psikologi.com/remaja/100702.htmu (diakses pada Jum’at, 19 Mei 2006).
____________________. “Mengatasi Perilaku Seks Bebas”. http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=19232 (diakses pada Jum’at, 19 Mei 2006).
____________________. “Pendidikan Seks bagi Remaja”.  http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pp1pendidikanseks.html (diakses pada Senin, 29 Mei 2006).
____________________. “More Seks (Education), Please”. http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/map76more.html (diakses pada Senin, 29 Mei 2006).
____________________. “Pendidikan Seks dan Kespro Sebaiknya Masuk Kurikulum”. http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=327 (diakses pada Senin, 29 Mei 2006).
____________________. “Kalangan Remaja Kurang Peroleh Informasi Seks Tuntas”. http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=266


Cupsmuach! *ketjup penyelenggara lomba*
Have a blessed day!