#ContactForm1 { display: none ! important; }

Friday 1 June 2012

[FACTS] Marriage Life - A Note To Self


Absurd adalah ketika saya diminta untuk mendengarkan curhat mengenai kehidupan pernikahan. Bagi saya, menjadi lebih absurd ketika saya dimintai saran mengenai marriage life oleh teman-teman yang akan segera menikah,  hampir menikah, sedang menikah, atau pernah menikah.

Tapi berhubung sudah terlanjur ditanya dan dimintai saran, jadilah saya seringkali "terjebak" dalam pembahasan mengenai marriage life. Apalagi, di usia saya saat ini, pembahasan mengenai marriage life memang selalu menjadi trending topic dan teman-teman saya memang banyak yang sudah menikah.

Kali ini, saya coba untuk menuliskan mengenai salah satu pengalaman saya berhadapan dengan salah satu teman yang akan-segera-menikah-tapi-masih-galau-belum-yakin-seperti-apa-kehidupan-pernikahan-bersama-pasangan. Lebih tepatnya, dia masih belum yakin dengan calon suami, dia takut kalau pasangannya kelak memperlakukan dia seperti pembantu, dia takut kalau harus "menyia-nyiakan" ilmu yang selama ini dia peroleh susah payah hingga sekolah ke luar negeri untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang setinggi-tingginya, dan lainnya.

Setelah saya coba memberikan penjelasan-penjelasan, tiba-tiba teman saya itu meminta saya untuk menuliskan penjelasan yang saya berikan tadi ke dalam blog ini. Alasannya, supaya saya tidak lupa, teman saya itu juga tidak lupa, dan orang-orang lainnya bisa membaca. Tapiiii....

Aneh ga siih, saya yang belum pernah menikah diminta untuk memberikan penjelasan mengenai pernikahan dan kemudian diminta untuk menuliskan penjelasan tersebut di sini*jiper* 

Helloowww!! Eike kan belum punya pengalaman maaaakkkk. Benar-benar berlaku yang namanya "law of attraction". Ketika keinginan untuk menikah terasa menggebu, maka hal-hal yang terkait pernikahan akan semakin merapat. Kali ini, melalui teman-teman yang meminta wejangan sebelum menikah. Ini ngeledek apa yaaa? Hahahaha *hampuuunn* 

Beberapa bulan yang lalu, kalimat-kalimat berikut pernah saya tulis di sini sesaat setelah tiba-tiba salah satu teman saya menelepon untuk mendapatkan "pencerahan" di kasus yang kurang lebih sama *nahkaaan!*

Demi pembelajaran bagi saya, kamu, dia, mereka, semuanya.... Saya akan mencoba merangkum apa yang pernah saya baca, pernah saya lihat, pernah saya dengar, dan pernah diajarkan kepada saya oleh orang-orang yang pernah/telah/sedang mengalami kehidupan pernikahan.

Apa yang saya tulis adalah pengulangan dari apa yang saya tulis sebelumnya yaa. Kalau ada yang terkesan sotoy, tolong dimaapkeun *salim ke semua calon isteri dan juga para isteri*


A note to self
Seorang wanita, mau setinggi apapun jenjang pendidikan dan karirnya, tetap saja kodratnya ketika menikah adalah menjadi isteri bagi suaminya.

Tidak terlalu masalah jika seorang wanita berperan sebagai "pembantu" yang bertugas melayani suami. Toh, pada saat yang sama, wanita juga mendapatkan "tukang", "bodyguard", dan "supir" sekaligus.

Ada juga yang berkata bahwa yang paling penting adalah pada akhirnya kamu memiliki seorang "partner" yang bersedia saling berbagi dengan kamu, melalui sebuah lembaga bernama pernikahan.

Seorang wanita, mau setinggi apapun jenjang pendidikan dan karirnya, tetap saja kodratnya ketika menikah adalah menjadi Ibu bagi anak-anaknya.

Kamu mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi dan sangat baik. Bayangkan bahwa modal inilah yang kamu gunakan untuk mendidik anak-anak kamu.

Kan katanya, sekolah utama (dan pertama) bagi seorang anak adalah Ibunya. Jadi, anak kamu kelak akan dididik oleh seorang Ibu yang hebat dan pintar.

Ada teman-teman yang harus melepas karir dan kesempatan belajar karena menikah dan memiliki anak. Menurut mereka, tenang saja. Nikmati setiap prosesnya dan kamu pada akhirnya akan mengerti mengapa kamu seperti "harus" untuk melepas karir dan kesempatan belajar itu atas nama pernikahan dan anak.


Special note
Kalau kamu mau belajar dari pengalaman orang lain - terutama para isteri - mengenai kehidupan pernikahan yang tidak selalu manis, kamu bisa baca kumpulan cerita dari Asma Nadia dkk yang berjudul "The Real Dezperate Housewives". Buku ini saya baca saat masih S1, dari hasil meminjam di rental buku Bubu (anak-anak seputaran UI Depok biasanya tahu yaa rental ini, hehehe), jadi saya tidak ingat persisnya kapan buku ini terbit, apa saja isi ceritanya, dkk. Buku ini memberikan kisah-kisah inspiratif dari pelakunya langsung, bukan sekedar cerita seperti di serial televisi "Desperate Housewives".



Life is bittersweet.

Cupsmuach! *ketjup para calon isteri dan isteri di luar sana*
Cupscupsmuachmuach! *super ketjup untuk calon suami saya yang masih disimpan sama Allah, hehe*
Have a blessed day!